Sebuah cerita pertemuan dalam pelarian. Pertemuan takdir dua insan yang bagaikan musim dingin dan musim semi...
Kastil Es & Air
Mancur yang Berdansa berhasil membuat penasaran dengan sinopsis di bagian
belakangnya yang hanya mendeskripsikan dua tokoh utama, Vinter dan Florence.
Sepasang manusia ini nampaknya memang terlahir berlawanan. Vinter adalah sosok
yang diibaratkan seperti musim dingin; gelap, muram, dan sedih. Tapi di saat bersamaan
ia juga dipenuhi oleh cinta seputih salju. Sedangkan Florence adalah gadis
layaknya musim semi; ia terang, cerah, dan bahagia. Namun pada waktu bersamaan
penuh air mata tak terhingga. Tampilan buku ini juga seolah mewakili dua tokoh
utamanya, dibalut dengan biru muda dan bunga berwarna lembut.
Di awal kisah, pembaca
diajak memutar waktu hingga musim dingin di Paris tahun 1997. Gadis berambut
pirang keperakan sedang memacu kakinya untuk berlari sekencang mungkin.
Sesekali ia melihat ke belakang untuk memastikan ia sudah tak terkejar lagi. Ia
Florence, yang sedang lari dari rencana kencan buta yang dirancang oleh
orangtuanya. Namun kabur tak selalu menyelesaikan masalah, ia justru mendapat
masalah baru ketika mengetahui tasnya jebol dan barang-barangnya berceceran
saat berlari.
Bersama tasnya yang
rusak, Florence memutuskan untuk pergi ke Dauville menaiki kereta. Saat sedang
membaca novel sembari menunggu keberangkatan kereta, seorang pria muda meminta
izin untuk duduk di depannya. Rupanya kursi lain sudah penuh dan Florence tidak
merasa keberatan, ia pun membolehkan pria itu. Ia adalah Vinter. Obrolan mereka
dimulai ketika Florence menegur tas wanita yang masih terbungkus plastik dalam
tas belanjaannya. Sekalipun Vinter mengaku ta situ untuk hadiah, ia justru
memberikannya pada Florence. Tampaknya ia cukup mengerti ketika gadis itu
menceritakan tasnya yang rusak.
Pertemuan dengan Vinter
memberikan warna dalam pelarian Florence. Gadis yang dianugerahi bakat seni
luar biasa itu melewati pengalaman tak tergantikan seperti melakukan
pertunjukan seni seorang diri untuk teman Vinter. Teman Vinter yang dipanggil
Zima pada musim dingin selalu mengundang kelompok seniman untuk tampil di
rumahnya karena suatu alasan. Tadinya Florence merasa semua tidak akan baik-baik
saja ketika mendengar sikap Zima yang tak ramah. Tapi belakangan ia menikmati
melakukan pertunjukan seni lukis, puisi, dan musik sekaligus.
Seiring berjalannya
cerita, berbagai sisi dari tokoh-tokoh dalam cerita mulai terkuak. Tentang masa
lalu, luka, pengalaman, dan pekerjaan. Benih cinta juga mulai tumbuh di antara
Florence dan Vinter. Hingga mereka akhirnya mengetahui betapa takdir berusaha
menyatukan mereka dengan cara berbeda.
Saya suka gaya tulisan
Prisca. Indah, cantik, dan terlihat sekali usahanya untuk menulis sesuatu yang
dalam. Banyak unsur-unsur kesenian klasik yang ditambahkan dalam novel ini
sehingga kita larut dalam suasana yang romantis. Ada lagu-lagu klasik, puisi,
lukisan, yang tak hanya nampang nama tapi sesuai dengan latar belakang cerita.
Bagi pembaca yang haus akan wawasan baru, karya Prisca sangat direkomendasikan.
Kita tidak hanya bisa menikmati cerita, namun belajar hal-hal baru yang belum
pernah kita tahu.
Dari sisi alur, saya
cukup terkesan bagaimana penulis mempertemukan dua orang yang berbeda latar
belakang ini. Ada kejutan-kejutan yang membuat pembaca semacam tidak sabar
untuk melanjutkan lembar-lembar berikutnya. Walaupun semakin ke belakang
mungkin beberapa orang pembaca akan mudah menebak ending-nya. Tapi overall,
saya menyukai novel ini. Novel ini karya penulis Indonesia yang sekilas gayanya
mirip novelis luar negeri. Saya lebih menyukai novel semacam ini dibanding
novel-novel yang memakai gaya bahasa gaul ‘gue-elo’ dan terlalu banyak
percakapan, sehingga melupakan latar cerita.
Judul buku : Kastil Es & Air Mancur yang Berdansa
Penulis : Prisca Primasari
Penerbit : GagasMedia
Tahun terbit : 2012 (cetakan pertama)
Story: 8/10
Characterization: 8/10
Setting: 9/10
Score: 8.5/10
0 komentar