­
­

Say It Clear Jangan Menyindir

By Dina - 12.00

Disadari atau tidak, perilaku sindir-menyindir dalam komunikasi keluarga masih terjadi pada masa sekarang. Di saat pendidikan parenting bisa diakses dengan bebas dan mudah, saat para psikolog anak telah banyak dikutip dalam banyak berita, dan berbagai kemajuan dalam pengetahuan lainnya, masih banyak orangtua yang mempertahankan praktek ini.

Tapi saya gak membicarakan persoalan ini dalam konteks psikologi. Tentu teman-teman psikolog sudah banyak bicara tentang tumbuh kembang anak ketika dia berada dalam kondisi parenting yang penuh sindiran. Saya lebih senang menguliknya dari sudut pandang komunikasi keluarga.

Sampai hari ini saya masih percaya kalau komunikasi adalah kunci dari setiap hubungan manusia, baik dengan dirinya sendiri, dengan keluarga, sampai dengan Tuhan. Komunikasi efektif dapat dikatakan berhasil ketika pesan yang disampaikan diterima dengan maksud yang tepat. Karena itu pesan haruslah jelas dan tidak ambigu. Ini sudah menjadi prinsip utama dari komunikasi, sesuatu yang sebenarnya secara alamiah kita pelajari sejak lahir hingga sekarang.

Saya sering mengamati perilaku komunikasi antara orangtua dan anak dalam berbagai kesempatan. Ada hal yang mengganggu saya selama mengamatinya; orangtua sering gak clear ketika mereka menginginkan anaknya melakukan sesuatu. Mereka terkesan berputar-putar dan menunggu anak untuk sadar apa maksud dari ucapannya. Sebutlah menyindir.

Menurut KBBI, menyindir itu artinya mengkritik (mencela, mengejek, dan sebagainya) seseorang secara tidak langsung atau tidak terus terang. Mungkin contoh yang paling sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari seperti seorang ibu yang berkata, "Tidak ada yang peduli sama ibu di rumah ini, sampai menyapu lantai aja masih harus ibu." atau seorang bapak yang baru pulang kerja berkata, "Bapak capek nih, tapi gak ada yang mau ambilin air minum." Saya rasa banyak dari kita yang mendengar kalimat semacam ini. Atau mungkin mengalaminya.

Menyampaikan pesan dengan menyindir itu seperti berjudi. Bisa diterima, bisa tidak. Dalam kebanyakan kasus, menyindir itu bisa jadi bumerang bagi pelakunya Ketika memilih untuk meminta secara tidak langsung, seseorang berharap orang lain memahami pesannya dan jika ternyata orang yang dituju mengabaikan, dia akan kecewa. Padahal bisa jadi pesan diabaikan bukan karena tidak peduli, mungkin yang bersangkutan tidak paham, tidak peka, atau tidak fokus mendengarkan. Kemudian pesan tidak sampai, komunikasi gagal.

Komunikasi yang gagal tidak bisa diremehkan karena berpotensi akan mengganggu hubungan. Dari sisi orangtua yang sindirannya diabaikan, mereka menganggap anaknya egois dan menolak menuruti permintaannya. Dari sisi anak, mereka jadi punya pandangan buruk terhadap dirinya karena dicap dengan label tertentu yang bernada negatif. Hubungan keduanya jadi terancam karena mereka sibuk berspekulasi dalam pikiran masing-masing tanpa bicara secara terbuka.

Praktek menyidir ini perlu dihapuskan dalam pola asuh anak. Bicara secara jelas tentang apa yang diinginkan orangtua terhadap anak adalah cara yang tepat untuk berkomunikasi. Jika ingin anak mengerjakan pekerjaan rumah, menyapu, membantu memasak, orangtua bisa memintanya langsung. Berkomunikasi secara langsung tidak hanya memudahkan pesan sampai kepada anak, tetapi juga mengajarkan mereka tentang hal-hal yang perlu mereka pelajari. Sehingga mereka bisa lebih peka membaca situasi dan kebutuhan orangtua terhadap dirinya.

Walaupun praktek keliru dalam parenting ini telah berlangsung turun-temurun, masih sangat mungkin untuk ditinggalkan. Bagaimanapun, generasi akan berganti. Bagi orangtua atau calon orangtua yang menyadari menyindir adalah cara berkomunikasi yang salah, bisa menghentikan praktek ini ketika mengasuh anak-anaknya. Ingat, komunikasi adalah koentji.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar